Pelaporan Pajak Penghasilan Reksa Dana

Kewajiban pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) bagi masyarakat dilakukan setiap tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Fungsi SPT ini adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang, penghasilan yang diperoleh, dan harta & kewajiban para Wajib Pajak. Namun pada prakteknya, terdapat beberapa aspek yang menjadi pertanyaan bagi masyarakat salah satunya yaitu ketentuan teknis mengenai pelaporan reksa dana.

Sebagai seorang investor yang melakukan kegiatan investasi di reksa dana, keuntungan dari hasil investasi sudah tentu merupakan hal yang diharapkan oleh seorang investor. Keuntungan ini merupakan penghasilan tambahan yang diperoleh investor dan seharusnya dikenakan Pajak Penghasilan.

Keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi reksa dana, menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (3) Poin (i), dikecualikan dari objek pajak, dengan bunyi “yang dikecualikan dari objek pajak adalah : bagian laba yang diterima atau diperoleh  anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

Ketika seorang investor berinvestasi reksa dana dengan modal Rp.100.000.000,00 membeli unit reksa dana senilai Rp.1.000,00 / unit, lalu menjualnya kembali pada harga Rp.1.200,00 / unit, maka atas keuntungan tersebut dikecualikan dari objek pajak, sehingga investor tidak perlu membayar Pajak Penghasilan atas keuntungan tersebut.

Ilustrasi:

Transaksi Pembelian

Modal                    = Rp.100.000.000,00

Beli                         = Rp.1.000,00/unit

Unit Diperoleh    = 100.000 unit

Transaksi Penjualan

Unit Dimiliki     = 100.000 unit

Jual                     = Rp.1.200,00/unit

Uang Diterima  = Rp.120.000.000,00

Keuntungan       = Uang Diterima – Modal

                              = Rp.20.000.000,00 (bukan objek pajak)

Walaupun keuntungan senilai Rp.20.000.000,00 bukan merupakan objek pajak, namun atas penghasilan yang diterima ini tetap wajib dilaporkan pada SPT bagian kolom Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak.

Lalu mengapa keuntungan tersebut bukan merupakan objek pajak? Alasannya adalah ketika mengelola reksa dana, manajer investasi sudah membayarkan pajak atas keuntungan dan transaksinya. Contoh ketika mereka menempatkan dananya di deposito dan menerima bunga deposito, bunga deposito sudah dipotong 20% sesuai ketentuan pajak yang berlaku. Atas pemotongan inilah merupakan salah satu factor yang menentukan nilai unit pada reksa dana. Dengan kata lain, ketika manajer investasi mengelola reksa dana, segala pajak yang timbul sudah dibayar oleh reksa dana (kontrak investasi kolektif). Jadi jika pajak tetap dikenakan kepada investor reksa dana, pajak berganda akan terjadi. Oleh karena itu, penghasilan reksa dana dikecualikan dari objek pajak.

Selain, kewajiban pelaporan pajak terutang dan penghasilan yang diperoleh, Wajib Pajak wajib untuk melaporkan daftar harta dan utang yang masih dimiliki per akhir tahun pajak bersangkutan. Pelaporan reksa dana pada daftar harta pada prakteknya masih banyak kekeliruan yang terjadi, yang disebabkan karena kebingunan Wajib Pajak untuk melapor nilai reksa dana yang dimiliki per akhir tahun dengan metode Harga Perolehan atau Harga Pasar.

Metode Harga Perolehan diakui dengan mengacu pada nilai ekonomis yang benar-benar dikeluarkan untuk memperoleh harta tersebut ( Untuk memudahkan pemahaman konsep, unsur entry fee yang dikenakan tidak diperhitungkan pada penghitungan ini). Sedangkan Harga Pasar diakui dengan mengacu pada harga pasar per akhir tahun.

Contoh : pada bulan Januari 2019 Pak Budi berinvestasi reksa dana dengan modal senilai Rp.100.000.000,00 dengan harga Rp.1.000,00 / unit. Lalu per 31 Desember 2019 harga pasar adalah senilai Rp.1.500,00 / unit. Maka,

Harga Perolehan   : Rp.100.000.000,00

Harga Pasar            : Rp.150.000.000,00

Prinsip dari pelaporan pajak adalah untuk membuktikan bahwa harta yang diperoleh telah berasal dari pendapatan yang dibayarkan pajaknya, sehingga tidak relevan bahwa nilai harta reksa dana yang dilapor pada SPT menggunakan metode Harga Pasar karena nilai yang diakui pada Harga Pasar belum terealisasi karena investor belum menjual reksa dana pada harga pasar per akhir tahun tersebut. Oleh karena itu, pelaporan harta reksa dana juga sebaiknya disesuaikan dengan Harga Perolehan reksa dana tersebut.

Sehingga pada kasus Pak Budi, maka beliau wajib melaporkan reksa dananya dengan nilai Rp.100.000.000,00 pada kolom harta SPT.

_

Artikel pajak ini ditulis oleh:

Albertus, B.M.
Konsultan Pajak TAXVISORY

Ikuti kami di akun resmi media sosial Taxvisory:

LinkedIn

Facebook Page

Instagram Page

Disclaimer:

Seluruh opini dan isi tanggapan dalam artikel ini adalah tanggung jawab dan pendapat penulis.