Pajak Bengkak Karena THR?

Potongan pajak penghasilan atau PPh 21 yang besar pada Maret 2024 akibat adanya pembayaran tunjangan hari raya mengejutkan sebagian kalangan pekerja. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengingatkan perusahaan untuk mengembalikan kelebihan potongan pajak kepada pekerja pada Desember 2024.

Kewajiban itu tertuang dalam Pasal 21 dan 22 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. PMK itu mengatur, kalau jumlah potongan PPh 21 yang telah dipotong pada masa pajak bersangkutan ternyata lebih besar dari pajak terutang semestinya, perusahaan atau pemberi kerja selaku pemotong pajak wajib mengembalikannya kepada pegawai bersangkutan.

Pengembalian lebih bayar pajak itu wajib dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir, atau pada Januari 2025 mendatang. Dengan mekanisme ini, pekerja tidak perlu mengajukan restitusi (pengembalian pajak) ke kantor pajak jika lebih bayar itu muncul murni karena pungutan PPh 21 oleh pemberi kerja.

Sejak awal tahun ini, potongan PPh 21 per bulan terasa lebih besar dibandingkan sebelumnya karena adanya perubahan skema formula untuk menghitung dan memungut PPh 21, atau skema Tarif Efektif Rata-rata (TER). Pada slip gaji Maret ini, potongan pajak itu semakin terasa karena pekerja menerima THR, yang otomatis menambah jumlah penghasilan brutonya.

Skema TER menghitung besaran potongan PPh selama Januari-November dengan berpatok pada kategori tarif efektif. Tarif pajak yang berlaku disesuaikan dengan jumlah penghasilan bruto, status perkawinan, dan jumlah tanggungan pegawai bersangkutan.

Dampaknya, potongan pajak pun menjadi sangat sensitif terhadap naik dan turunnya jumlah penghasilan bruto dalam sebulan. Saat penghasilan meningkat karena adanya THR dan bonus seperti yang terjadi pada Maret ini, potongan PPh 21-nya otomatis lebih besar dari biasanya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan, potongan PPh 21 yang lebih besar pada Maret wajar terjadi karena jumlah penghasilan bruto karyawan juga otomatis meningkat akibat THR.

Namun, berdasarkan simulasi DJP Kemenkeu, potongan PPh 21 yang lebih besar di awal tahun akibat adanya THR, bonus, dan komponen tambahan lain itu berpotensi menyebabkan lebih bayar di akhir tahun pada Desember. Artinya, pegawai akan menerima pengembalian kelebihan bayar pajak itu di akhir tahun pajak nanti bersamaan dengan gaji yang diterima.

Potensi lebih bayar itu sebelumnya memunculkan kekhawatiran bahwa karyawan harus mengajukan restitusi secara mandiri ke kantor pajak dan seolah-olah akan diperiksa kantor pajak.

”Itu dijamin tidak akan terjadi karena lebih bayar itu harus langsung dibalikkan oleh pemberi kerja. Kalau murni lebih bayar karena aturan TER, restitusinya tidak perlu diajukan pegawai. Pada Desember nanti akan otomatis dikembalikan oleh pemberi kerja,” kata Dwi dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Senin (1/4/2024).

Dalam penghitungan dan pemotongan pajak, lebih bayar atau kurang bayar pajak memang berpotensi terjadi. Situasi lebih bayar muncul ketika jumlah pajak terutang ternyata lebih kecil dari yang sudah dibayarkan. Dalam konteks ini, kelebihan pembayaran pajak itu akan dikembalikan kepada wajib ke pajak bersangkutan.

Sebaliknya, kurang bayar terjadi ketika pajak terutang ternyata lebih besar dibandingkan yang sudah dibayarkan. Dalam kondisi ini, wajib pajak harus melunasi kekurangan pembayaran pajaknya sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) atau paling lambat pada batas akhir tenggat pengumpulan SPT.

Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan, karyawan tidak perlu khawatir perusahaan tidak mengembalikan kelebihan bayar pajaknya. Sebab, semua data PPh 21 yang sudah disetorkan perusahaan setiap bulan otomatis akan tercatat dalam aplikasi e-Bupot.

Data bukti potong pajak itu diketahui dan dipegang oleh kantor pajak, karyawan bersangkutan, dan pemberi kerja. Otomatis, jika terjadi lebih bayar, karyawan dapat mengetahuinya dan dapat menagihkannya ke perusahaan.

”Jadi, tidak mungkin perusahaan tidak amanah. Sebab, data sudah masuk ke kami, karyawan juga tahu karena bukti potong pajak sudah dipegang. Otomatis kontrol berjalan dengan sangat bagus,” kata Yoga.

Sekilas, memang kesannya karyawan akan berhadapan dengan perusahaan untuk ”menagih” pengembalian kelebihan pajaknya. Namun, Yoga mengatakan, ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh pekerja kalau sampai perusahaan tidak patuh pada aturan di PMK 168 itu.

”Kalau karyawan tidak menerima pengembalian sebagaimana mestinya, silakan ada upaya hukum. Kalau Anda seharusnya dipotong pajak Rp 10 juta, tetapi ternyata dipotong Rp 20 juta, Anda bisa gugat perusahaan,” ucapnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menilai, mekanisme pengembalian kelebihan bayar PPh 21 tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, aturan itu juga sudah berlaku sebelum pemerintah mengubah skema pemungutan PPh 21 dengan formula TER.

”Jadi, ini seharusnya tidak akan jadi masalah karena selama ini pun bukan masalah. Dari sisi pemberi kerja atau perusahaan, kelebihan potong dan setor PPh 21 itu akan diperhitungkan ke utang PPh 21 di masa berikutnya,” kata Prianto.

Sumber: Kompas.com

TAXVISORY menyediakan jasa penghitungan, pelaporan pajak, perencanaan pajak, pendampingan atas pemeriksaan pajak yang selalu terbaharui dengan peraturan dan regulasi pajak terbaru. Ketemuan aja dulu…

Silahkan tanya dan hubungi kami di 021-39728888, admin@taxvisory.co.id.

LinkedIn
Facebook Page
Instagram Page