Perlakuan PPh dan PPN Persediaan Rusak

Ketika beberapa persediaan yang dimiliki oleh entitas, seperti bahan makanan, obat-obatan, dan persediaan lainnya mengalami kerusakan, sehingga persediaan tersebut tidak dapat dijual lagi kepada calon pelanggan, maka entitas harus menurunkan nilai persediaan menjadi nilai realisasi neto untuk mengakui kerugian ini (PSAK 14, Persediaan).

Dampak akibat dari pengakuan kerugian ini akan membutuhkan sebuah pertimbangan dalam pembebanan untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak dan perlakuan atas PPN Masukan yang telah dikreditkan karena tidak adanya penyerahan Barang Kena Pajak akibat kerusakan persediaan yang terjadi.

-Pajak Penghasilan-

Menurut UU PPh Pasal 6 ayat (1) huruf a. dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain biaya pembelian bahan. Lalu, menurut UU KUP Pasal 28 ayat (7) entitas wajib menyelenggarakan pembukuan yang diselenggarakan dengan sistem  yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang. Oleh karena itu, pembebanan biaya pembelian bahan ini wajib dibebankan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh PSAK.

PSAK 14, Persediaan paragraph 34 menyatakan bahwa persediaan diakui sebagai beban ketika: persediaan dijual, penurunan nilai persediaan di bawah biaya perolehan menjadi nilai realisasi neto dan seluruh kerugiaan persediaan diakui sebagai beban. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pengakuan beban atas kerugian persediaan merupakan biaya pembelian bahan yang merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.

-Pajak Pertambahan Nilai-

Kerusakan persediaan yang terjadi mengakibatkan tidak adanya peristiwa Penyerahan Barang Kena Pajak atas unit persediaan tersebut. Sedangkan, menurut UU PPN Pasal 9 ayat (8) huruf b. Pajak Masukan agar dapat dikreditkan harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga hal ini menimbulkan dispute bagi Pengusaha Kena Pajak yang telah mengkreditkan Pajak Masukan atas persediaan tersebut.

Pasal 19 UU PPN memberikan kewenangan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 untuk memberikan penegasan dan penjelasan lebih lanjut serta untuk mengatur hal-hal yang belum cukup diatur dalam UU PPN. Melalui PP Nomor 1 Tahun 2012 Pasal 12 ayat (2),”atas Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi baik karena di luar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak atau keadaan kahar, tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dikreditkan atau yang telah dibebankan sebagai biaya untuk perolehan Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak tersebut.” menegaskan bahwa Pajak Masukan yang telah dikreditkan atas persediaan yang rusak karena di luar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan lagi tidak akan dilakukan koreksi.



Penulis: Albertus, B.M.
_
Ikuti kami di akun resmi media sosial Taxvisory:
LinkedIn
Facebook Page
Instagram Page