Trump Pangkas Pajak AS, Bagaimana dengan Indonesia?

Beberapa waktu lalu, pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan pemangkasan pajak. Presiden AS Donald Trump menurunkan besaran pajak untuk korporasi dan kalangan kaya di Negeri Paman Sam tersebut.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia akan menerapkan kebijakan pemangkasan pajak serupa?

Menteri Koordinator Bidang Perekenomian, Darmin Nasution menuturkan, masing-masing negara memiliki strateginya sendiri untuk menyelesaikan permasalahan di dalam negerinya. Ini tidak terkecuali keputusan pemerintah AS untuk memangkas pajak.

“Kalau AS mau potong pajak, kita lihat seperti apa jadinya,” tutur Darmin.

Akhir pekan lalu, Senat AS menyetujui perombakan perpajakan yang diajukan pemerintahan Trump. Dengan demikian, pajak untuk korporasi dan bisnis akan dipangkas, serta ini merupakan perubahan terbesar atas hukum perpajakan AS sejak 1980-an.

Pajak untuk korporasi bakal diturunkan dari 35 persen menjadi 21 persen. Pasar saham AS pun langsung menguat signifikan setelah disetujuinya aturan ini.

Maka dari itu, pemerintah diingatkan untuk ekstra cermat mewaspadai kebijakan pemangkasan pajak Amerika Serikat (AS). Karena, perkembangan ekonomi negeri Paman Sam dinilai mengancam serius perekonomian Indonesia.

Presiden AS Donald Trump secara resmi telah menanda-tangani Undang-Undang Reformasi Pa­jak, pada Jumat (22/12). Dalam regulasi ini, Trump memangkas pajak untuk corporate dari 35 persen menjadi 21 persen. Trump juga akan mengurangi beban pajak untuk individu. Langkah AS ini cukup gereget dalam menggairahkan perekonomian Negeri Paman Sam. Sejumlah perusahaan menyuambutnya dengan melakukan pembagian bonus ke karyawan. Tak hanya itu, pergerakan positif bursa saham AS disebut-sebut karena pengaruh kebijakan sang Presi­den kontroversial tersebut.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analisys(CITA) Yustinus Prastowo mewanti-wanti pemerintah In­donesia untuk segera mengambil langkah-langkah untuk menjaga kinerja investasi. Menurutnya, kebijakan pajak AS harus diakui cukup seksi di mata investor.

“Selama ini para investor pilih negara berkembang karena pajaknya rendah untuk investasi. Kalau pajak di AS turun, para pemodal tentu akan pulang kampung,” kata Yustinus kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.

Yustinus mengatakan, pemerintah harus mengambil langkah cepat memperbaiki regulasi in­vestasi. Pemerintah harus mem­berikan stimulus agar investor betah berinvestasi di Indonesia. Selain itu, memberikan investor kepastian hukum. Karena selama ini masalah tersebut menjadi salah satu pengganjal perkembangan investasi di Tanah Air.

“Hal yang penting lain, pemerintah jangan latah, ikut-ikutan menurunkan pajak. Karena, pajak di Indonesia kan sudah sangat rendah. Jangan sampai kita terjebak perang tarif. Itu akan mematikan pendapatan kita,” imbuhnya.

Direktur Institute for Development of Economics and Fi­nance (Indef) Enny Sri Hartati juga memiliki pandangan sama. “Amerika kini terlihat lebih menggiurkan. Berbagai stimulus yang ditawarkan Trump tentu membuat investor akan tertarik,” kata Enny.

Enny menunturkan perkem­bangan ekonomi AS tersebut tentu akan memberikan dampak negatif untuk Indonesia. Untuk jangka pendek, penanaman modal langsung ke Indonesia akan berkurang drastis. Semen­tara jangka panjang, berkurang­nya investor yang menanam­kan modalnya otomatis akan membuat pembangunan seret investasi. Perekonomian bisa stagnan karena proyek-proyek strategis ditinggal pemodal.

“Efeknya ada pengurangan lapangan pekerjaan, daya beli dan pertumbuhan industri menurun. Ini semua berpengaruh ke kondisi ekonomi nasional,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Enny, pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk mengan­tisipasinya.

Pelaksana Tugas (plt) Ketua DPR Fadli Zon menilai, kebi­jakan pajak Trump rentan menim­bulkan gempa ekonomi. “Kalau isu Yerusalem menjadi gempa politik. Maka untuk kebijakan pajak Trump bisa menimbulkan gempa ekonomi,” kata Fadli da­lam keterangan tertulisnya.

Dia mengatakan, imbal hasil instrumen investasi dan refor­masi pajak yang ditawarkan pemerintahan Trump cukup signifikan sehingga pasti akan memikat investor. Menurutnya, saat ini nilai keuntungan bisnis perusahaan-perusahaan AS yang ditempatkan di pasar global mencapai 2,6 triliun dolar AS. Jika kebijakan pemotongan pajak oleh pemerintah Trump tersebut bisa menarik hingga separuh nilai tersebut, maka pasar global bisa mengalami goncangan.

Belum lagi, lanjut Fadli Zon, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan.

Dia memprediksi, ancaman repatriasi ini akan makin mem­perkuat nilai tukar dolar AS. Dan, hal tersebut akan berdampak ter­hadap perekonomian Indonesia. Setidaknya, beban pembayaran cicilan utang dan bunga utang akan membengkak jika nilai tukar rupiah melemah.

Sumber: RMOLKompas.

Ikuti kami di akun resmi media sosial Taxvisory:

LinkedIn

Facebook Page

Instagram Page