Pemerintah akan menambah pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% di awal tahun 2025. Hal ini dinilai akan berdampak ke sektor properti dan aktivitas jual-beli rumah ke depannya.
Lantas, bagaimana kalau ada rencana beli rumah? Apa harus dilanjutkan atau ditunda dulu?
Pengamat Properti Lukito Nugroho mengatakan penerapan PPN 12% dapat melemahkan pasar properti untuk sementara waktu. Penjualan properti akan terkena imbas karena harga properti semakin mahal.
“Kalau ada kenaikan PPN 12% pasti nanti market properti dan konstruksi, kan keterkaitannya properti dan konstruksi, pasti akan melemah dulu mungkin selama beberapa saat baru nanti stabil kembali,” ujar Lukito ke detikProperti, Senin (19/8/2024).
Akan tetapi, ia meyakini perlambatan pasar hanya sementara karena permintaan akan properti akan selalu ada. Mengingat, rumah merupakan kebutuhan yang pasti diperlukan.
“Properti pasti selalu ada. Orang kan mau nggak mau pasti nanti harus beli properti juga. Mereka cuma hanya menunda. Jadi dengan menunda terjadi perlambatan,” katanya.
Terpisah, Pengamat Properti dan Direktur Investasi Global Asset Management, Steve Sudijanto juga menilai kenaikan PPN akan berdampak pada harga rumah karena meningkatnya biaya konstruksi.
“Bahan bangunan seperti besi, semen, beton, cat, rangka aluminum, kabel, fitting listrik, keramik, genteng, semua akan ada kenaikan karena PPN 12%,” imbuhnya.
Biaya jasa kontraktor pun akan bertambah, karena biasanya harga jasa sebesar 15% hingga 25% dari nilai kontrak Quantity Bangunan sesuai Laporan Konsultan Quantity Surveyor. Sementara jasa arsitek masih stabil karena perhitungannya berdasarkan luas bangunan.
Namun, Steve mengatakan kenaikan harga properti tidak akan langsung mempengaruhi geliat pasar properti. Pasalnya, masih ada banyak rumah lama yang belum terdampak PPN 12% saat masa pembangunan.
“Kenaikan harga rumah tidak akan langsung berdampak (ke pasar properti), karena masih banyak rumah stock lama yang belum terjual atau banyak rumah KPR yang dilelang atau foreclosure alias macet,” ungkapnya.
Harga Rumah Bakal Makin Mahal, Kelas Menengah Diusul Dapat Subsidi
Menurut Lukito, kelompok yang akan paling terpengaruh dengan kenaikan PPN adalah masyarakat kelas menengah. Berbeda dengan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mendapat bantuan dari pemerintah.
Sedangkan masyarakat menengah ke atas tidak terlalu terpengaruh dengan kenaikan PPN sebesar 1%.
“Yang paling kesulitan biasanya kelas menengah. Yang biasanya nggak kena subsidi tapi mereka juga kemampuan belinya juga terbatas,” ujarnya.
Di sisi lain, Steve mengatakan pemerintah harus memberikan subsidi PPN bagi masyarakat menengah yang membeli rumah. Hal ini guna memastikan pasar properti berjalan dengan sehat.
“Dampaknya kenaikan 1% pasti ada. Pemerintah wajib memberikan subsidi PPN kepada tolong rumah Rp 1 miliar sampai miliar agar properti market tetap bergairah dan tetap transaksi properti tetap berjalan dengan baik,” katanya.
Ia mencontohkan harga rumah Rp 1 miliar bila dikenakan PPN 12% atas penjualan rumah maka ada pajak sebesar Rp 120 juta yang harus dibayarkan. Ia menyebut nilai tersebut sangat besar, sehingga perlu dibantu dengan subsidi.
Oleh karena itu, Steve mengusulkan pemerintah menerapkan besaran subsidi yang disesuaikan berdasarkan jumlah rumah yang dimiliki konsumen.
“Nilai jual beli rumah yang mahal akan bisa diredakan oleh pembebasan PPN 12% atas penjualan rumah. Sebagai usulan untuk pembeli rumah pertama bebas PPN 100%. Pembeli rumah kedua bebas PPN 50%. Pembeli rumah ketiga bebas PPN 25%,” jelasnya.
Atur Strategi Beli Properti Kala PPN Makin Tinggi
Lalu, Lukito juga mengingatkan agar masyarakat lebih cermat dalam memilih properti serta menunggu kebijakan selanjutnya setelah diterapkan PPN 12%.
“Jadi memang harus cermat melihat produk di pasaran, terus kemudian cermat membaca kebijakan pemerintahnya setelah PPN 12% ini, apa selanjutnya. Karena kemungkinan ada subsidi (dan) insentif, biasanya diikuti dengan hal itu,” terangnya.
Sedangkan Steve menyarankan agar masyarakat tidak menunda membeli properti. Selain merupakan kebutuhan pokok, properti adalah objek investasi yang menguntungkan. Ia merekomendasikan membeli properti yang dekat wilayah komersial, sarana transportasi atau kawasan Transit Oriented Development (TOD).
“Saya sarankan jangan ragu atau menunda rencana pembelian properti. Properti adalah kebutuhan primer dan merupakan investasi tangible asset yang bisa diwariskan. Carilah properti yang dekat atau sekitar radius 2 Km dari KRL, MRT, LRT, (dan) TransJakarta,” imbuhnya.
Properti tersebut dapat disewakan untuk menambah sumber penghasilan. Properti ini juga dapat menghasilkan wilayah komersial dan TOD dengan tujuan untuk disewakan atau dapat menghasilkan revenue dan capital gain.
Ia mencontohkan, dengan Net Operating Income (NOI) sekitar 5% per tahun dana capital gain sekitar 15%, maka dalam waktu 5 tahun bisa mendapat Internal Rate of Return (IRR) sekitar 20%.
Sumber: Detik.com
TAXVISORY menyediakan jasa penghitungan, pelaporan pajak, perencanaan pajak, pendampingan atas pemeriksaan pajak yang selalu terbaharui dengan peraturan dan regulasi pajak terbaru. Ketemuan aja dulu..
Silahkan tanya dan hubungi kami di 021-39728888, admin@taxvisory.co.id.