DJP Nonaktifkan 1.049 WP Penerbit Faktur Pajak Fiktif

Jumat (26/1) kabar datang dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang menyatakan masih maraknya penggunaan faktur pajak fiktif meskipun sudah ada penerapan faktur pajak elektronik (e-faktur). Sistem elektronik tersebut ternyata masih memiliki sejumlah kelemahan.

Hal ini terbukti dari ditemukannya Sertifikat Elektronik dari 1.049 Wajib Pajak yang terindikasi merupakan penerbit faktur pajak tidak sah atau fiktif. Pada Rabu (24/1) DJP telah menonaktifkan sertifikat elektronik dari 1.049 Wajib Pajak yang berpotensi merugikan penerimaan pajak tersebut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (25/1/2017)  menjelaskan penetapan status non aktif ini merupakan pelaksanaan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-19/PJ/2017.

Peraturan itu berisikan mengenai perlakuan terhadap penggunaan faktur pajak tidak sah oleh Wajib Pajak untuk mencegah serta menghentikan kerugian lebih lanjut pada penerimaan pajak dan mengembalikan kerugian penerimaan pajak.

Hestu memastikan apabila dalam 30 hari kalender setelah ditetapkan status non aktif Wajib Pajak tidak dapat memberikan klarifikasi yang memadai, maka DJP mencabut sertifikat elektronik sehingga Wajib Pajak tidak dapat lagi menerbitkan faktur pajak untuk seterusnya.

Dalam hal terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan, maka Wajib Pajak tidak boleh memberikan klarifikasi, namun dapat memberikan keterangan beserta dokumen pendukung kepada pemeriksa bukti permulaan atau penyidik yang bersangkutan.

Status non aktif dicabut oleh DJP apabila terdapat klarifikasi atas keabsahan maupun keberadaan atau kesesuaian identitas Wajib Pajak, pengurus, atau penanggung jawab serta lokasi usaha maupun kegiatan usaha Wajib Pajak. Namun, apabila terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, yang berarti Wajib Pajak tersebut merupakan penerbit faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, maka pemeriksaan bukti permulaan tetap dilanjutkan.

Terhadap Wajib Pajak yang menggunakan faktur pajak tidak sah dengan keterangan yang tidak benar, maka pajak yang tercantum dalam faktur pajak tersebut tidak dapat dikreditkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak masukan. Selain itu, harga perolehan yang tercantum dalam faktur pajak tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi sebagai harta dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

Wajib Pajak yang telah melakukan pengkreditan, pembebanan sebagai biaya atau kapitalisasi harta menggunakan FP tidak sah, maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus membetulkan SPT Masa PPN atau SPT Tahunan PPh.

DJP mengimbau Wajib Pajak untuk menghindari praktik curang dan penggelapan pajak termasuk dengan penerbitan dan penggunaan faktur pajak fiktif.

Sebelumnya, pada periode 2016-2017, jumlah kasus faktur pajak fiktif yang ditangani Kantor Pusat DJP mencapai 525 kasus dengan potensi kerugian negara mencapai Rp1,01 triliun, serta 216 kasus yang berlanjut ke tahap pemeriksaan bukti permulaan.

Sumber: DDTCIndustry.

Ikuti kami di akun media sosial resmi TAXVISORY:

LinkedIn

Facebook Page

Instagram Page