Tata Cara Pencatatan dalam PMK No. 54/PMK.03/2021

Wajib Pajak Orang Badan atau Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan Pencatatan dengan tata cara penyelenggaraan pencatatan yaitu:

Sebelumnya baca Artikel Legal and Tax Advisory Opinion: Ringkasan Penting PMK No.54/PMK.03/2021.

  1. dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan
  2. di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab dan satuan mata uang Rupiah sebesar nilai yang sebenarnya dan/ atau seharusnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan
  3. dalam suatu Tahun Pajak berupa jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember
  4. secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran bruto dan/ atau penghasilan bruto

Yang dikecualikan dari kewajiban penyelenggaraan Pembukuan atau yang dapat melakukan penyelenggaraan Pencatatan adalah:

  1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhtungan penghasilan neto. (Yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas peredaran brutonya kurang dari 4.800.000.000 dalam 1 tahun pajak dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dan melakukan pencatatan dengan syarat memberitahukan kepada DJP dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Jika terdaftar pada tahun pajak yang bersangkutan pemberitahuan dilakukan paling lambat 3 bulan sejak terdaftar atau pada akhir tahun pajak. Jika tidak melakukan pemberitahuan maka wajib pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. Tata cara pencatatannya yaitu sebagai berikut:
  • peredaran bruto yang berasal dari kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final,
  • penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut,
  • peredaran bruto dan/ atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/ atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan be bas maupun dari luar kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas

2. Wajib Pajak Orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Tata cara pencatatannya yaitu sebagai berikut:

  • penghasilan bruto yang dikenai PPh yang tidak bersifat final serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut,
  • penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai PPh yang bersifat final.

3. Wajib Pajak orang Pribadi yang memenuhi kriteria tertentu yaitu yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maka dikenakan PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek pajak serta peredaran bruto tidak melebihi 4.800.000.000 dalam 1 tahun pajak maka WP dapat melakukan pencatatan tanpa menyampaikan pemberitahuan penggunaan Norma Perhitungan Penghasilan Neto. Tata cara pencatatannya yaitu sebagai berikut:

  • penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan be bas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut,
  • peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/ atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas.

Jika peredaran bruto tidak melebihi 4.800.000.000 dalam satu tahun pajak dalam hal wajib pajak orang pribadi yang merupakan suami istri yang menghendaki pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis, istrinya menghendaki memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang-Undang PPh ditentukan berdasarkan penggabungan peredaran bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas suami dan istri.

Sekian ringkasan lengkap dari PMK No.54/PMK.03/2021 ini kami tulis, semoga bermanfaat untuk dibagikan. Apabila ada pertanyaan, silakan tinggalkan komentar di artikel ini atau Instagram kami dengan tagar #tanyaTAXVISORY


TAXVISORY menyediakan jasa penghitungan, pelaporan pajak, perencanaan pajak, pendampingan atas pemeriksaan pajak yang selalu terbaharui dengan peraturan dan regulasi pajak terbaru. Tax is easy, #ketemuanajadulu! Sila tanya dan hubungi kami di 021- 3972-8888 atau admin@taxvisory.co.id

_
Ikuti kami di akun resmi media sosial Taxvisory:
LinkedIn
Facebook Page
Instagram Page